Budaya Matcha: Perjalanan Melalui Waktu dan Tradisi
Matcha, berasal dari istilah Jepang kuno untuk teh hijau bubuk, mewakili aspek mendalam dari budaya teh Jepang. Ini telah berkembang dari minuman sederhana menjadi simbol budaya, merangkum esensi minuman tradisional Jepang. Artikel ini menggali asal-usul, pemrosesan, produk, dan signifikansi budaya matcha yang lebih luas.
1. Asal Usul Matcha
Sejarah matcha sangat terkait dengan budaya teh Cina. Hal ini diyakini berasal dari dinasti Wei dan Jin di Cina, di mana daun teh segar yang dikumpulkan di musim semi dikukus, diolah menjadi teh kue (tuancha), dan disimpan. Saat siap untuk dikonsumsi, teh kue dikeringkan di atas api, digiling menjadi bubuk halus menggunakan gilingan batu, dan dicampur dengan air mendidih, menghasilkan minuman berbusa.
Selama Dinasti Song, matcha diperkenalkan ke Jepang, secara bertahap diintegrasikan ke dalam masakan Jepang dan kehidupan sehari-hari. Pada periode Muromachi (abad ke-14), matcha dipuja sebagai minuman premium, dinikmati oleh bangsawan feodal sebagai tanda kehidupan yang mewah.

2. Proses Pembuatan Matcha
Produksi matcha adalah proses yang sangat teliti yang membutuhkan keterampilan dan kesabaran. Sebelum panen, tanaman teh ditutup selama sekitar 20 hari untuk meningkatkan perkembangan dan rasa klorofil. Cakupannya bisa seluas menggunakan mats dan alas jerami untuk penyumbatan cahaya 98% atau metode yang lebih sederhana seperti jaring plastik hitam yang memberikan naungan 70-85%.
Setelah daun dipetik, mereka menjalani fiksasi uap untuk membunuh enzim dan mempertahankan aromasegar dan warna hijau teh. Proses ini menghasilkan teh dengan aroma dan rasa yang unik, yang dicirikan oleh senyawa seperti cis-3-hexenol dan A-ionone.
Setelah kering, daunnya digiling menjadi bubuk halus menggunakan gilingan batu tradisional. Bubuk inilah yang membentuk matcha, yang dikenal dengan warna hijau cerah dan teksturnya yang halus.

3. Produk Matcha
Matcha tidak terbatas sebagai minuman; ia telah menemukan jalannya ke berbagai kuliner Jepang yang nikmat. Mulai dari es krim matcha dan kue hingga roti dan permen, tehnya menambah aroma yang khas dan mempesona pada manisan ini. Ini juga digunakan dalam sushi dan sashimi untuk meningkatkan kompleksitas hidangan.
Selain itu, matcha telah merambah ke produk non-makanan, termasuk kosmetik seperti masker wajah matcha, losion, dan sampo. Produk-produk ini memanfaatkanantioksidan dan nutrisi alami matcha untuk meningkatkan kesehatan kulit.
4. Manfaat Gizi
Matcha kaya akan nutrisi penting dan elemen pelacak, termasuk polifenol teh, kafein, asam amino, klorofil, vitamin, dan mineral. Per 100 gram, matcha mengandung 6,64 gram protein, 50,08 gram serat makanan, dan 12.090 mikrogram polifenol teh. Komponen-komponen ini berkontribusi pada berbagai manfaat kesehatan, seperti perlindungan antioksidan, kesehatan mata, dan peningkatan kecantikan.

5. Signifikansi Budaya
Di luar nilai gizinya, matcha memiliki tempat yang signifikan dalam budaya dan spiritualitas Jepang. Ini sering dikaitkan dengan perhatian dan ketenangan, yang mencerminkan praktik Buddhis Zen di mana matcha digunakan selama meditasi untuk membantu fokus dan kejernihan.
Baru-baru ini, minat global terhadap filosofi dan gaya hidup Timur telah menyebabkan maraknya pameran dan acara bertema matcha. Pertemuan ini menampilkan beragam cara matcha digunakan lintas budaya dan menyoroti pengaruh religius dan filosofis yang membentuk penggunaannya.

Budaya Matcha adalah bukti kekayaan sejarah dan praktik pembuatan teh yang rumit. Dari asalnya di Cina hingga puncaknya di Jepang, matcha telah berkembang menjadi lebih dari sekadar minuman-ini adalah bentuk seni, ramuan kesehatan, dan bantuan spiritual. Dengan mengeksplorasi pemrosesan, produk, dan signifikansi budayanya, seseorang dapat menghargai kedalaman dan keindahan tradisi kuno ini. Baik dinikmati sebagai minuman, dimasukkan ke dalam makanan, atau digunakan dalam produk kecantikan, matcha terus memikat dan menginspirasi orang di seluruh dunia.
